Menjaga kebersamaan dalam kebhinnekaan adalah mutlak agar perahu Indonesia dapat berlayar dengan baik mencapai tujuan. Kebersamaan yang didasarkan satu perasaan Nasionalisme kebangsaan yang kuat tentu dapat mengenyampingkan potensi konflik karena beragamnya perbedaan. Jika rajut kebangsaan dalam kebhinnekaan terjalin kuat, Indonesia dapat menjadi salah satu kekuatan utama dunia. Pada gilirannya Indonesia dapat menjadi penyeimbang dalam dinamika global, yang saat ini tengah menghadapi tantangan akibat pertentangan amerika serikat dan tiongkok yang semakin dramatis.
Bukankah dalam segi apapun Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan untuk mengembangkan politik penyeimbang dalam dunia internasional?
Namun jika menengok yang terjadi belakangan, negeri ini menghadapi tantangan, terjadinya polarisasi ditengah masyarakat akibat perbedaan dukungan politik. Kita seolah terjebak dalam kontestasi tak berkesudahan. Lupa pada esensi demokrasi Pancasila yang meniscayakan persatuan. Keterbelahan semakin dipertajam dalam iklim post-truth yang masih menghantui hingga kini. Masing masing kelompok hanya mau membenarkan yang mereka percayai, bukan percaya pada kebenaran itu sendiri. Bahkan jika sebuah kebohongan memperkuat apa yang dipercaya, maka ia bisa dianggap sebagai kebenaran.
Dalam post-truth, batas antara kebenaran dan kebohongan sengaja dikaburkan.
Masyarakat semakin tersekat sekat. Satu sama lain saling menistakan. Ekspresi berdemokrasi menjauhi nilai luhur tepo seliro dan pertengkaran tak berkesudahan seperti sulit didamaikan. Perbedaan semakin dipertajam dengan permainan sentimen agama. Dogma dogma agama ditempaykan dalam konteks yang tidak tepat, ditafsirkan berdasar keinginan politiknya sendiri.
Padahal kebersamaan adalah modal kuat agar setiap pemerintahan dapat berjalan dengan dukungan kuat seluruh elemen bangsa. Apalagi kita telah menyepakati sistem pemerintahan presidensial, dimana presiden dipilih langsung oleh dukungan masyarakat atau rakyat. Dukungan kuat rakyat adalah kata kunci supaya pemerintahan berjalan tanpa kegaduhan yang tidak perlu. Kegaduhan yang berlebihan dapat menimbulkan keresahan sosial dimasyarakat. Demokrasi tidak boleh dijalankan secara berlebihan dan salah kaprah.
Bangsa ini sesungguhnya masih merayakan demokrasi yang secara utuh diraih semenjak gelombang reformasi '98. Proses transisi dari rezim otoritarian soeharto ke era yang demokratis telah berlangsunh lebih dari dua dasawarsa. Jika dibandingkan dengan amerika serikat atau negara negara dibelahan eropa barat, umur demokrasi di Indonesia terbilang muda. Namun mengingat otoritarianisme sudah berlangsung lebih dari tiga dasawarsa di negeri ini, maka perjalanan transisi yang terhitung singkat itu bisa dikatakan berhasil.
Indonesia malah disebut sebut sebagai negara demokratis ketiga terbesar di dunia karena empat kali berhasil menyelenggarakan pemilihan umum secara langsung. Kebebasan pers, sebagai salah satu indikator keberhasilan demokrasi, berlangsung mulus tanpa dibayangi ketakutan sebagaimana terjadi dimasa silam. Perekonomian Indonesiapun termasuk dalam katagori stabil dan terus tumbuh, meski gejolak ekonomi dunia berkali kali menghantam.
Tantangan yang akan dihadapi bangsa ini kedepannya semakin berat. Dukungan terhadap Pancasila dan UUD 1945 akan terus mengalami pasang surut. Kompetisi global memasuki era baru, dimana penguasaan tekhnologi menjadi kunci memenangkan pertarungan. Disisi lain dunia tengah mengalami persoalan berat akibat pandemi covid19. Tidak ada satupun negara di dunia yang tidak terdampak. Tidak ada siapapun yang dapat serta mampumemastikan bahwasanya kapan pastinya pandemi ini dapat betul berakhir. Selain itu, gelombang untuk mengubah dasar negara dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia belakangan ini dirasa juga menjadi sebuah ke khawatiran.
Karenanya pertarungan gagasan diruang publik untuk memenangkan Nasionalisme Kebangsaan Indonesia harus dimenangkan. Membangun kebersamaan sebagai sebuah bangsa bukan hanya harus dilakukan, namun kian menuntut percepatan. Merajut kebhinnekaan tidak bisa dilakukan dengan cara biasa, melainkan membutuhkan kesadaran kolektif seluruh elemen tanpa memandang latar belakang dukungan politik, agama, suku, ras, etnis, dan golongan. Akselerasi untuk meningkatkan kualitas anak bangsa agar mampu berdaya saing harus menjadi perhatian kita semua tanpa kecuali menjadi sepenuhnya Indonesia saja
*Penulis : Denny Agiel Prasetyo
**Waketunm Gerakan Kebangsaan Indonesia (GERBANG INDONESIA).