Catatan Redaksi LPPDK Rp 0 Dr. Somvir Versus Ketut Adi Gunawan
--Jika tidak ada aral melintang, sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sebagai lembaga yang mengevaluasi penyelengara Pemilihan Umum yakni KPU dan BAWASLU. Maka, pada Kamis 01 September 2021 akan dilaksanakan pembacaan putusan atas Kasus Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) atas Anggota DPRD Provinsi Bali terpilih yakni Dr. Somvier dari Partai Nasdem Provinsi Bali.
Publik perlu mencatat bahwa Peraturan KPU (PKPU) nomor 24 Tahun 2018, disebutkan bahwa jika Laporan Dana Awal Kampanye Pemilu tidak diserahkan maka kepesertaannya akan dibatalkan sebagai peserta, dan kalau LPPDK atau Laporan Dana Akhir Kampanye tidak juga diserahkan, maka akan dibatalkan keterpilihannya sebagai Anggota DPRD.
Inilah yang mendorong, tidak kurang dari Pembina LSM Gede Suardana, S. Apt menyoroti, kelemahan lembaga menindak tegas sistem penyelenggara Pemilu di Bali terhadap LPPDK RP 0 Dr. Somvir sesuai fakta dan data dilapangan. Melalui aduan yang dilakukan oleh Ketut Adi Gunawan, seorang pemuda yang juga saksi bagaimana Dr. Somvir melakukan pertemuan dan merekrut pemuda untuk bergerak lewat surat suara yang dibagikan, namun dianulir oleh kesaksiannya sendiri (Dr. Somvir). Lebih gawatnya lagi angka Rupiah Baliho, spanduk yang didata di Buleleng dengan angka temuan Tim Divisi Pengawasan Bawaslu Bali berbanding terbalik dengan Nol Rupiah Dr. Somvir.
Akhirnya setelah melalui proses panjang, DKPP RI akan segera memutuskan Perkara yang menimpa legislator Dr. Somvir dengan Sidang Putusan terhadap perkara Nomor 125-PKE-DKPP/IV/2021.
Jebakan “Batman” Perkara ini memang, Antara tidak melengkapi Laporan Akhir Dana kampanye maka otomatis dibatalkan kekuatan hukumnya sebagai anggota dewan meski terpilih, dan atau tidak menyampaikan laporan LPPDK secara Riil? Bagaimana dengan sumbangan dana kampanye, yangdijadikan salah satu perisai awal sang Doktor berkelit.
Diketahui beberapa istilah dalam memahami PKPU tentang Dana Kampanye, yakni pertama; meliputi Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Sumbangan Dana Kampanye (LSDK), Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
Kedua; sebelum dilaporkan ke lembaga penyelenggara pemilu , LADK,LSDK, dan LPPDK akan digodok di Lembaga Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sudah ditunjuk oleh KPU selama 30 hari. Dalam masa itu Caleg diwajibkan membantu Kantor Akuntan Publik guna melengkapi laporan Dana kampanyenya dengan menyerahkan Bukti, catatan, document, keterangan, dalam proses Audit Laporan Dana Kampanye.
Dalam penerimaan Dana kampanye berdasarkan pasal 339 ayat 1 dan 2, setiap penerima sumbangan jika menerima sumbangan fiktif (Pihak Asing, Tidak Ada Identitas dan dari Unsur pemerintah) maka akan dapat sanksi pidana maksimal 5 Tahun dan denda senilai Rp 35.000.000.00.
Point Pertama, Kasus Dr. somvir versus Ketut Adi Gunawan memberikan kita pembelajaran. Dimana, Pada Sidang DKPP RI, DR Somvir diintrogasi oleh majelis DKPP terkait LKPP Rp 0 miliknya. Kenapa dalam LKPP yang disetor ke KPU Bali berisikan Rp 0 namun ada saldo sebesar Rp 1 juta.
Pembelaan dari Dr. Somvier adalah Rp 1 Juta adalah setoran dia, ke partai sehingga ada Saldo, namun berbeda dengan catatan Kantor Akuntan Gunarsa berbeda dengan Somvir soal asal-usul uang Rp 1 juta dalam kolom saldo LPPDK Somvir. Gunarsa mengaku bahwa Rp 1 juta itu bukan disetor oleh Somvir melainkan dari dari Ketua DPW NasDem Bali Ida Bagus Oka Gunastawa. Perkara ini jelas kontradiktif, yang memperjelas statusnya sebagai Caleg kala itu. Apakah itu kategori Sumbangan atau Setoran Caleg.
Point Kedua, pengakuan Putu Nopi Seri Jayanti, Sekretaris DPW NasDem Bali kepada majelis DKPP RI. Yang megakui bahwa Somvir tidak melaporkan dana kampanyeLADK/LSDK /LPPDK?. Selaras dengan temuan I Wayan Widyadarna Putra selaku Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Provinsi Bali, mengungkapkan bahwa Dari hasil pengawasan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Buleleng, terdapat APK yang terpasang atasnama Somvir yaitu spanduk 7 buah dan billboard 2 buahsenilai Rp. 32.100.000. (https://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/publikasi/KAMPANYE%20EBOOK.pdf).
Point ketiga, dari poin pertama dan kedua kasus ini adalah pengakuan ketut adi gunawan, dalam video Sidang DKPP RI, seorang pemuda yang tidak paham politik dan berbicara sebagai warga Negara yang menuntut keadilan atas dugaan “kebohongan” sang doctor.
Ketut adi gunawan ngotot somvir berbohong, Dalam laporannya pada tanggal 14 Maret 2021, Adi Gunawan membeberkan kejanggalan LPPDK atas nama Dr Somvir selaku calon anggota legislatif (Caleg) Partai NasDem dari Dapil Buleleng pada Pileg 2019 lalu. Sebab, LPPDK Somvir justru senilai Rp 0 alias nihil dana kampanye.
Hal tersebut, menurut Adi Gunawan selaku Pengadu, sangat tidak masuk akal. Sebab Somvir sendiri dalam proses kampanye Pileg 2019 di Buleleng menggunakan baliho serta mencetak kartu nama. Hal ini dikuatkan lagi olehn keterangan komang nova pada pertemuannya dengan caleg 07/april/2019 yang mengaku beljar yoga dan diberikan uang untuk mencoblos. Juga pengakuan komang edi artha pada pertemuannya bersama 40 orang juga diberikan uang rp 100 ribu untuk mencoblos.
Point keempat, tentang pemesanan Alat peraga, yang dipertanyakan oleh majelis DKPP Made Wena tentang emailnya. Ia beralasan bahwa dulu memakai, tapi tidak pakai lagi E-mail itu karena dihack orang, kilahnya sementara
Menurut alat bukti yang disodorkan pengadu yang kemudian ditujukan majelis kepada Somvir yakni alamat E-mail milik Somvir yakni somvir785@gmail.com. Somvir melakukan pesanan APK dengan Udayana Printing dengan E-mail somvir785@gmail.com. Sesuai alat bukti yang disodor majelis bahwa komunikasi antara Udayana Printing dengan Somvir terjadi pada tanggal 9 September 2018 pukuk 15.58 Wita. Diperkuat kembali dengan aktifnya email itu gunakan sebagai alat sign up meeting media korespondensi dengan pihak Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi, terkait Somvir sebagai pembicara dalam seminar online yang diadakan pada tanggal 11 – 23 Januari 2021.
Mengakaji pembelaan somvir dan kuatnya saksi serta keterangan pengadu kasus LPPDK oleh Ketut adi Gunawan menunjukkan bahwa Posisi KPU provinsi bali dan Bawaslu bali memang saru geremeng, menganulir keterpilihan Dokter Somvir, atau mempertahan kredibiltas, integritas, profesionalisme sebagai pribadi dan penyelenggara pemilu.
Baik Para teradu dari KPU Bali terdiri atas Dewa Agung Lidartawan, Anak Agung Gede Raka Nakula, I Gede John Darmawan, I Gusti Ngurah Agus Darma Sanjaya, dan Luh Putu Sri Widyastini (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bali) sebagai Teradu I sampai V. Kemudian teradu dari Bawaslu Bali terjadi dari Ketut Ariani, I Ketut Rudia, I Wayan Widyardana Putra, I Wayan Wirka dan I Ketut Sunadra.
Para penyelenggara sudah menyadari bahwa keputusan DKKP RI akan final dan mengikat baik menyangkut nasib mereka ataupun nasib Doktor Somvir. Apakah demokrasi akan berpihak kepada kebenaran atau berpihak kepada penelamatan nasib dan karier pihak teradu akibat kasus panas sang doctor. Besok kita tunggu episodenya di Channel Youtube DKPP RI. (Em Zulkipli/Red)