Denpasar - Tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2024 di Bali diwarnai dugaan praktik money politik yang meresahkan masyarakat dan mencederai integritas demokrasi.
Tim Hukum dan Advokasi Koster-Giri mengungkapkan temuan terkait aktivitas pemberian uang atau materi lainnya yang diduga dilakukan untuk mempengaruhi pilihan pemilih di sejumlah wilayah di Bali.
Kuasa hukum Koster-Giri, I Gusti Agung Dian Hendrawan, S.H., M.H., membeberkan hasil investigasi timnya, termasuk bukti-bukti berupa foto dan video.
Ia menyebut bahwa praktik ini dilakukan secara sistematis dan masif, melibatkan distribusi kupon beras dengan harga sangat murah hingga pengumpulan stok beras yang patut diduga akan dibagikan kepada masyarakat demi memengaruhi suara.
“Temuan ini kami dapati di beberapa wilayah strategis seperti Badung, Denpasar, Buleleng, Klungkung, dan daerah lainnya. Polanya jelas, ada upaya terselubung untuk memengaruhi masyarakat dengan materi, yang melanggar hukum dan mencoreng prinsip Pilkada bersih, jujur, dan adil,” ujar Hendrawan dalam konferensi pers di Denpasar, Minggu (24/11/2024)
Hendrawan menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak hanya merupakan pelanggaran administrasi, tetapi juga masuk dalam kategori tindak pidana berat sesuai Pasal 73 dan Pasal 187A Undang-Undang Pilkada. Ancaman hukumannya tidak main-main: pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
“Pemberian uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih adalah bentuk penghinaan terhadap demokrasi. Ini melanggar Pasal 73 yang melarang janji atau pemberian imbalan demi suara. Jika terbukti, pelaku bisa menghadapi pembatalan pencalonan atau bahkan sanksi pidana,” tegasnya.
Hendrawan juga merujuk PKPU No. 13 Tahun 2024 yang secara eksplisit melarang segala bentuk pemberian materi, baik oleh pasangan calon, tim kampanye, maupun pihak ketiga.
“Tidak peduli siapa pelakunya, baik itu paslon nomor 01 maupun pihak lain, tindakan ini harus dihentikan demi menjaga kehormatan proses demokrasi,” tambahnya.
Bukti-bukti yang dikumpulkan tim Koster-Giri mengungkap modus yang diduga digunakan, seperti distribusi beras dan kupon dengan harga murah.
“Kami melihat adanya pengumpulan stok beras di beberapa titik yang patut diduga disiapkan untuk dibagikan ke masyarakat. Modus ini seperti ingin menyamarkan politik uang menjadi kegiatan sosial, padahal tujuannya jelas: menggiring suara,” jelas Hendrawan.
Menurutnya, pemberian dalam bentuk materi ini adalah cara terselubung yang melanggar norma dan merugikan pasangan calon yang berkomitmen menjalankan Pilkada secara bersih.
“Masyarakat perlu menyadari bahwa menerima materi seperti ini juga melibatkan mereka dalam pelanggaran hukum,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hendrawan mendesak Bawaslu Provinsi Bali dan jajarannya untuk meningkatkan pengawasan dan segera menindak tegas dugaan pelanggaran ini. Ia menekankan bahwa integritas Pilkada harus menjadi prioritas utama.
“Kami menuntut langkah konkret dari Bawaslu untuk melakukan investigasi dan penindakan sesuai kewenangan. Jangan sampai praktik semacam ini dibiarkan, karena akan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi,” tegasnya.
Selain itu, Hendrawan mengimbau seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, pemuda, dan aparat penegak hukum, untuk turut mengawal Pilkada. “Laporkan jika ada indikasi pelanggaran. Demokrasi yang bersih adalah tanggung jawab kita bersama,” katanya.
Tim Koster-Giri berkomitmen untuk melawan segala bentuk kecurangan yang dapat mencoreng Pilkada Bali 2024. Menurut Hendrawan, dugaan politik uang ini bukan hanya ancaman bagi satu pasangan calon, tetapi juga ancaman serius bagi demokrasi di Bali secara keseluruhan.
“Pilkada adalah momentum untuk menunjukkan kedewasaan politik masyarakat. Kita harus melindungi proses ini dari praktik-praktik kotor yang hanya merugikan rakyat Bali,” tutupnya.
Dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara, sorotan publik kini tertuju pada sejauh mana Bawaslu dan aparat penegak hukum mampu menindak tegas pelanggaran ini, demi menjaga Bali tetap bermartabat dalam berdemokrasi.