Diawali dengan pertemuan yang dilaksanakan jajaran pimpinan DPRD Buleleng, Ketua dan Anggota Komisi DPRD Buleleng, Camat Gerokgak, Perbekel Desa Gerokgak dan juga warga pemilik SHM yang didampingi kuasa hukumnya dari Kantor INS dan Rekan.
Banyak fakta terbuka, membantah simpang siur pemberitaan seperti penguasaan lahan puluhan hektar, data yang tersebar namun fakta dilapangan bahwa para pemohon dan juga pihak pengempon Pura Bukit Teledu hanya menguasai Global hanya 5,4 Ha tidak 12 Ha atau puluhan hektar seperti yang diberitakan selama ini.
Terungkap pula dalam dengar pendapat yang dilakukan di Balai Desa Pemutaran bahwa para pemohon sudah berada dan mengelola lahan yang mereka mohon hingga 50 tahun dari tahun 1970an.
Ketua DPRD Buleleng, Ketut Ngurah Arya menjabarkan maksud kehadiran terkait aspirasi yang dibawa oleh komponen masyarakat dan LSM.
Dalam Penyampaiannya kepada para pihak yang hadir, Ketua DPRD langsung meminta informasi terkait prosedur pengajuan atau permohonan tanah negara tersebut, berapa warga yang menguasai serta proses pengajuannya sehingga terbitnya sertifkat.
Hal ini langsung ditanggapi oleh Perbekel (Kepala Desa) Nyoman Arnawa Bahwa pihaknya mengetahui adanya pengajuan dari masyarakat tersebut, tahu bahwa tanah yang diajukan oleh warganya itu adalah tanah negara.
"bahwa kami mengetahui yang mengajukan permohonan adalah 5 pemohon yakni Nengah Wangi, Nengah Kutang, Nengah Matal, Ketut Sudiarsa, Nyoman Werti pemohan satunya adalah dari pengempon Pura Taman Bukit Teledu,,' paparnya.
Pihaknya menjelaskan bahwa warga yang memohon itu adalah 5 Warga dan 1 Pengempon Pura Taman dan telah terbit SHM atas nama para pemohon.
selanjutnya terkait adanya isu berkembang tanah itu dikapling kapling pihaknya sama sekali tidak tahu siapa yang mengkapling kapling.
"Sema sekali kami tidak tahu," tegasnya
Perbekel Arnawa juga menyampaikan terkait tanah desa adat bahwa ada duwen desa adat di pura seluas 1,6 Hektar itu termasuk dalam duwen desa adat yang lain itu murni dari pemohon.
"Jadi kalau ditotal yang dimohonkan kurang lebih, 5 Hektar 40 are,itu dibagi untuk Pura Taman, Duwen Desa Adat dan pemohon," beber Perbekel Pemuteran.
selaku perbekel dan pelayan masyarakat pihaknya tidak mengetahui tanah dikapling kapling dan gagalnya pengajuan sertfikitat dari desa adat, pihaknya tidak tahu sama sekali.
Sementara Bendesa Adat Pemuteran, Kadek Subrata, menambahkan apa yang disampaikan perbekel sepengetahuannya yang sempat menjadi petajuh di Bendesa lama menyampaikan bahwa apa yang menjadi pengajuan di gunung ser sebagaimana disampaikan perbekel sudah ada komunikasi dengan adat.
"Kebetulan waktu itu saya menjadi petajuh dan ikut memberikan dukungan surat permohonan masyarakat yang ada disana karena sesuai proses sudah tinggal disana," ucap Jro Bendesa Pemuteran mengawali keterangannya.
"Kebetulan wangi (alm) adalah temen sekolah, awal awalnya sebelum nggaturang ayah di adat pernah juga mengajukan permohonan didesa adat, cuman tidak berhasil dan gagal, dan kemungkinan penyebabnya adalah tidak ada bukti fisik kepemilikan kami dari desa adat tidak bisa mengajukan permohoan," bebernya.
setelah pihaknya tahu lantas pihaknya rembug akhirnya Desa adat mendapat hibah dari Pura taman itu, yakni pengempon (Pura Taman Teledu.red).
"Dapat 80 are itupun sudah sesuai dengan hasil perarem atau rembug, mungkin dari tiang hanya itu saja pak, bahwa adat sudah menerima hibah dari pura taman," tegas Bendesa.
selanjut Nyoman Sunarta SH, MH dari Kantor Pengacara INS dan Rekan lebih lanjut sebagai kuasa hukum sekaligus yang membantu proses pengajuan sertifikat atas tanah negara menyampaikan bahwasanya proses panjang.
"Ketika mereka datang ke kantor kami, kami tidak langsung mengiyakan karena harus mengkroscek benar tidaknya para pemohon sudah menempati tanah tersebut lebih dari 20 tahun. dan rata-rata tinggal di tahun 70-an, rata rata saya tanya kerena tidak ada pilihan lain mereka tinggal disana dan kembali dikonfirmasi ke klian dusun setempat," ucap Nyoman Sunarta SH.
Ditambahkan bahwa proses awalnya sudah dikroscek kepada penduduk disekitar, klian, perbekel dan lainnya, semua juga menjelaskan para pemohon yang jumlahnya 5 orang tadi sudah puluhan tahun tinggal ditampat tersebut.
" Selanjutnya dilakukan pengecekan apa bukti tambahan dari pemohon yakni Nengah Wangi, Nengah Kutang, Nengah Matal, Ketut Sudiarsa, ternyata semua sudah punya SPPT," ungkap Advokat Sunarta.
Setelah melakukan pegecekan fisik juga didapati bahwa mereka juga sudah puluhan tahun tinggal dan punya rumah dan garapan meskipun sifatnya tahunan sebab tanahnya kering dan bercocok tanam hanya di musim hujan.
Ditambahkan bahwa dari hasil penelusuran sudah sesuai ketentuan dan dikonsultasikan ke BPN semua persyaratan administrasi dan lainya akhirnya diajukan ke BPN.
" Pada saat itu ketika 5 pemohon sudah siap, pak kadus menyampaikan jangan hanya warga saja dimohonkan tapi juga pelaba pura, yakni pura taman yang diempon oleh Banjar Adat Bukit Teledu," tambah kuasa hukum para pemohon.
Diterangkan juga oleh Sunarta bahwa akhirnya setelah siap dajukan untuk pengempon pura perbekel juga menyampaikan kepada pihaknya jangan hanya untuk pura tapi perbekel minta juga dimohonkan untuk Desa Adat dan dibuatlah kesepakat antara pengempon pura dan desa adat.
"bahwa sudah ada kesepakatan pengempon pura dengan Desa Adat kalau berhasil pengurusan tanah tersebut maka akan bagi 2, dan setelah terbit sertiifikat untuk pengempon pura dibagilah untuk desa adat seluas 80 are, dan saat ini SHM atas nama Desa Adat sudah dipegang Bendesa Adat" terang Nyoman Sunarta.
berkembang juga di forum bahwa ketentuan diperbolehkan tidaknya tanah negara yang sudah dimohonkan tersebut jual pasca terbit sertfikat atau tidak.
dijelaskan oleh Nyoman sunarta bahwa dari konsultasi dengan BPN disebutkan bahwa tidak ada ketentuan yang melarang tanah yg telah telah terbit SHM itu dijual setelah terbit sertfikat. Berbeda dengan tanah redistribusi ada ketentuan tidak boleh dijual selama 10 th.
sebelum ditutup diberikan juga kesempatan kepada Wakil Ketua Nyoman Wandira Adi, dan anggota Komisi Lainnya dimana garis besarnya bahwa tanah yang harus diberikan juga dijaga meski sudah terbit sertfikat dan dianggap sebagai aset untuk anak cucu kedepan.
pasca pertemuan, Ketut Ngurah arya menyampaikan bahwa pihaknya sudah menganggap masalah ini terang, dan meminta kepada para pihak yang menyampaikan aspirasi dari warga dan NGO untuk memberikan data yang valid dan jelas.
"Tanggal 18 Desember mereka menyampaikan aspirasi terkait permasalah ini (Bukit ser.red) tapi setelah kami sidak ke lapangan mengerucut pada 6 pemohon dilapangan yang ada lokasi, dengan luas 5,40 maka data yang diberikan kepada kami dengan luasan 4 dan 12 hektar tidak kami temukan,," ucapnya.
Dikatakan juga lebih jelas juga disampaikan pihak pengacara permohonannya hanya seluas, 5,4 Hektar, sudah diberikan juga kepada pengempon pura bukit teledu dan dibagi dua dengan desa adat.
bahwa kenapa janggal terkait jumlah parsial yang berbeda tapi dijelaskan karena menduduki tanah itu dengan kurun waktu yang sama.
"Kejanggalan itu sudah diluruskan oleh pengacara bahwa luas yang dimohon sesuai dengan luas yg dikuasai dan digarap oleh pemohon. kenapa mereka menggunakan jasa pengacara tidak PPAT atau langsung ke BPN karena terbentur dana mungkin mahal BPHTB dan biaya2 lainnya, jika pemohon dan yang mengurus sama sama berani (mengurus.red) kita tidak bisa mengintervensi," jelasnya.
Untuk hal ini berbau politik (terkait isu dilempar saat debat) dan lainnya kelima orang ini sudah dihadirkan dan tidak bisa spekulasi lain karena pengakuan pemohon sama.
"Karena temuan simpulan kami juga masalah ini jelas, bahwa para pemohon itu di mohonkan via jasa pengacara karena ketiadaan dana, itu saja simpulan sementara kami, masalah ini sementara klir" pungkas Ngurah Arya menyampaikan berkali kali kepada awak media.
DPRD juga diawal pertemuan hingga akhir menyampaikan ke semua pihak untuk mejaga kondusifitas dan kedamaian mengingat desa Pemuteran adalah kawasan pariwisata yang baru tumbuh dan berkembang.
sementara, pihak kuasa hukum yang mewakili para pemohon dari kantor INS, Nyoman Sunarta SH mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Komisi IDPRD Buleleng.
"Hal ini karena lembaga DPRD yang mampu mendudukan fakta dengan benar, sebelum mempublish ini, dan syukur kami diundang untuk memberikan klarifikasi dan data, banyak sekali pemberitaan yang saat ini simpang siur, berkaitan dengan permohonan yang dilakukan warga pemuteran sendiri, kami menjelaskan bahwa para pemohon juga adalah warga pemuteran yang sudah tinggal puluhan tahun, rata rata 50," ucap Sunarta.
Ditekankan juga bahwa permohoan yang dilakukan pemohon sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan BPN juga sudah melakukan tugasnya dengan baik.
"tidak ada pihak pihak lain yang terlibat ini murni adalah profesional dan pekerjaan saya sebagai pengacara untuk membela masyarakat yang minta tolong dan kami sudah fasilitasi semua, warga dapat, pura dapat dan adat juga dapat," pungkasnya.
Acara kemudian diakhiri dengan melakukan sidak kelapangan, meski terjadi diskusi dan debat namun kesimpulannya bahwa prosedur pengajuan sudah sesuai prosedur.(red)