Advertisement
MEDIABULELENG.COM - Penggiat anti korupsi di Kabupaten Buleleng, Gede Angastia mendesak KPK RI agar mengusut tuntas laporan dugaan korupsi Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19. Kasus yang merugikan keuangan negara mencapai ratusan miliar itu turut menyeret nama anggota DPR RI Dapil Bali berinisial GSL.
Angastia mengatakan, laporan dugaan korupsi itu telah dilaporkannya pada tahun 2022 lalu. Laporan itu terkait dugaan korupsi pengadaan 5 juta set APD Covid-19 pada tahun 2020. GSL diduga melakukan tindakan korupsi bersama pejabat Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana serta beberapa pengusaha dari PT Energi Kita Indonesia (EKI) dan PT Permana Putra Mandiri (PPM).
Dalam kasus dugaan korupsi itu, para pelaku disebut meraup keuntungan dengan modus mark up harga, hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 319 miliar. GSL ikut dilaporkan, karena diduga terlibat dengan jabatannya sebagai komisaris di PT Energi Kita Indonesia (EKI).
Menurut Angastia, GSL telah melanggar UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236 ayat (2), yang berbunyi anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR serta hak sebagai anggota DPR.
"GSL ini sempat membantah menjadi komisaris PT EKI. Sehingga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka baru tujuh orang salah satunya pejabat di Kemenkes RI," ujarnya, Rabu, 5 Februari 2025 dalam konferensi pers.
Kata Angastia, sejak laporannya itu dibuat, hingga kini belum ada kejelasan dari KPK. Ia pun disebut sempat sempat menemui Wakil Ketua serta Penyidik KPK RI. Dari pertemuan itu, ia mendorong KPK untuk membuat terang peran dari GSL.
Ia juga mengaku diminta KPK untuk melengkapi bukti keterlibatan GSL sebagai komisaris di PT EKI. Hingga akhirnya pada Januari 2025, ia mendapat akta perusahaan PT EKI. Akta itu di dalamnya memuat GSL sempat menjabat sebagai komisaris di PT EKI pada Maret hingga Juni 2020. Kemudian jabatan tersebut sempat digantikan oleh anaknya yang juga menjadi anggota DPRD Bali pada Juni-November 2020.
"GSL sempat membantah jadi komisaris. Tapi saya sudah dapat bukti autentik dari akta perusahaannya. Dia tercatat pernah menjadi komisaris," kata dia.
Angastia mengklaim laporan yang dibuat, tidak ada sangkut paut dengan politik. Kata dia, sebagai penggiat anti korupsi, ia hanya ingin agar kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
"Kasus ini harus terang benderang. Jangan ada yang ditutupi. Kalau GSL bersalah, proses sesuai UU. Kalau tidak bersalah, KPK harus segera membuat pernyataan, jadi laporan kami tidak menggantung. Saya datang ke KPK pakai biaya sendiri," katanya.
Sementara itu, GSL dikonfirmasi terkait tudingan terlibat dalam dugaan korupsi APD menyebut jika hal itu sudah sempat di klarifikasi di media.
"Kalau masalah ini saya sudah sampaikan di jegbali dan metro TV,"kata GSL melalui pesan singkat
Dia menyebut, dengan memberitakan terus menerus masalah ini, akan membias dan menguntungkan satu pihak saja. Serta mencemarkan nama baik dirinya.
"Apakah ini murni perjuangan keadilan? Atau ada udang di balik batu, sehingga merugikan orang lain,"tambahnya
"Saya hanya berharap semoga tuhan menurunkan karmanya kepada siapapun yang bertujuan baik maupun bertujuan jelek,"tandasnya.(Tim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar